Sabtu, 06 Agustus 2011

Indonesia Butuh UU Konvergensi



Harus ada UU yang mensinkronkan UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, UU ITE, UU Pers.

haba RAKYAT - Berita Nasional
Indonesia harus segera memiliki Undang-Undang Konvergensi untuk mengantisipasi tumbuhnya media baru dan konvergensi media.Hal itu dikatakan oleh Anindya Bakrie, Ketua Tetap Bidang Telematika Kadin Indonesia, saat berbicara di diskusi bertajuk ’Konvergensi Media: Peluang dan Tantangan New Media di Indonesia.

Menurut Anin, yang juga merupakan Direktur Utama Bakrie Telecom, UU Konvergensi itu diperlukan guna mengintegrasikan dan mensinkronkan UU yang telah ada, yaitu UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, UU Pers, UU Keterbukaan Informasi, UU Informasi dan Transaksi Elektronika, serta UU lain yang terkait.

Menurut Anin, pemerintah sudah menyadari tentang pentingnya UU ini. Namun, secara realistis Anin memprediksi, UU ini belum akan terealisir hingga akhir tahun 2009 mendatang, atau bahkan tahun 2010, setelah masa transisi pemerintahan baru usai. “Ini bukan semata tugas pemerintah, melainkan juga melibatkan legislatif,” ujarnya.

Namun demikian, kata Anin, sebenarnya kebutuhan terhadap UU ini sudah begitu mendesak. Pasalnya, tanpa UU tersebut, akan terjadi kerancuan penanganan masalah hukum, terkait aktivitas yang dilakukan di media seperti internet.

Anin mencontohkan masalah online payment. Menurutnya, boleh jadi online payment akan menimbulkan masalah hukum di belakang hari. Dengan demikian, landasan hukum kegiatan online payment harus jelas, agar pelakunya tak akan terjerat pada kegiatan yang bertentangan dengan peraturan yang ada.

Selain itu, urgensi UU ini juga dipicu juga dengan perkiraan KADIN terhadap pertumbuhan Industri telekomunikasi, kendati akan memasuki masa krisis di tahun 2009. “Tahun depan, telekomunikasi masih akan berkembang, sekitar 20 persen.”

Bila rencana pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia berjalan lancar, kata Anin, dalam waktu 18 bulan, masyarakat akan bisa menikmati koneksi internet yang tiga kali lebih cepat, dan tiga kali lebih murah.

Kini, kata Anin, ada sekitar 100 juta pengguna telepon. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam jangka waktu 3 tahun. Sementara walau didera krisis, kata Anin, industri kreatif juga akan tetap tumbuh rata-rata 10 persen pertahun.

Dalam acara yang sama, Budiono Darsono, pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi Detik.com mengatakan, media baru akan terus bertumbuhan. “Hingga tahun depan, masih ada sekitar enam portal baru yang akan muncul,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring mendukung upaya percepatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvergensi Media (digital/media online), yang kini sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas).

"RUU Konvergensi Media diharapkan kedepannya dapat menghindari terjadinya monopoli pasar di bidang media massa," kata Tifatul Sembiring usai menghadiri acara Asia-Europe Meeting (ASEM) Forum on Sterngthening Cooperation in ICT Reserach & Development, di Hotel Golden Flower Bandung, Selasa, 20 Juli 2010.

Menurut Tifatul, salah satu media yang akan diatur dalam RUU ini adalah media online. Keberadaan media massa on line yang lahir dari cetak atau televisi belum diatur secara tegas. Tifatul mencontohkan Metro TV yang mempunyai bentuk online dan cetak dengan nama Media Indonesia.

"Di sini permasalahannya, kalau untuk televisinya (Metro TV) itu diatur KPI, cetaknya (Media Indonesia) diatur oleh Dewan Pers. Apakah bentuk online-nya ini diatur oleh Dewan Pers atau KPI. Maka dari sinilah kami merasa perlu ada RUU Konvergensi Media," ujarnya.

Tifatul menegaskan, hingga saat ini belum ada aturan yang jelas untuk media online di Indonesia. Dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengundang negara-negara yang telah memiliki UU Konvergensi Media, seperti Korea Selatan, Australia serta Swedia.

RUU Konvergensi ini akan menggabungkan beberapa undang-undang menjadi satu, seperti UU Telekomunikasi No.36 Tahun 1999, UU Penyiaran No.32 Tahun 2002, UU Pers No.40 Tahun 1999, dan UU Perfilman yang disahkan di 2009 akan dicari sisi yang masih belum diatur untuk dimuat ke dalam RUU Konvergensi. (VIVAnews)

Jaksa Tahan Kontraktor dan PPK



Aceh Tamiang, haba RAKYAT
Kejaksaaan Negeri (Kejari) Kualasimpang menahan kuasa Direktur PT Loeh Raya Perkasa, Safrizal selaku kontraktor dan Zulkifli, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan pasar tradisional di Kecamatan Manyak Payed, Kamis (4/8) pukul 16.00 WIB.

“Setelah diminta keterangan dan memenuhi unsur merugikan negara akhirnya kedua tersangka ditahan,” ujar Kajari Kualasimpang, M Basyar Rifai SH didampingi Kasipidsus, Chairun P SH kepada haba RAKYAT, Kamis (4/8). Sebelumnya, kejaksaan menetapkan keduanya sebagai tersangka karena laporan progres proyek tidak sesuai dengan kondisi lapangan. M Basyar didampingi sejumlah jaksa mengatakan, pada tahun 2010, Dinas Koperindag Aceh Tamiang, membangun pasar tradisional dan sarana pendukung lainnya di Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang.

Proyek tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dilaksanakan oleh PT Loeh Raya Perkasa selaku rekanan dengan nilai kontrak Rp 974.639.000. Setelah berakhirnya kontrak dan adendum terhadap pekerjaan tersebut, rekanan telah melakukan penarikan uang sebesar 80 persen dengan nilai Rp 779.711.200 termasuk PPN dan PPH untuk volume pekerjaan sebesar 0,15 persen.

Namun berdasarkan perhitungan ahli dari dinas PU Aceh Tamiang atas permintaan tim penyidik, telah dilakukan perhitungan ternyata di lapangan proyek itu hanya 62,62 persen, sehingga terdapat kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh Dinas Koperindag kepada rekanan sebesar Rp 153.002.962.(hR.74)

ATAP EKS BANGUNAN SMP KUALASIMPANG RAIB

Aceh Tamiang, haba RAKYAT
Gedung eks SMP Negeri Kualasimpang di Jalan nasional kini semakin memprihatinkan. Selain gedung itu tak dirawat lagi, juga atap seng, daun jendala dan pintu bangunan tersebut telah dicuri. Karena itu, anggota DPRK Aceh Tamiang, T Insyafuddin mengatakan, Pemkab setempat tak bisa menjaga aset milik daerah.

T Insyafuddin Kepada haba RAKYAT Rabu (3/8) mengatakan, satu persatu daun jendela, pintu, atap seng serta pagar eks gedung SMP Negeri Kualasimpangt itu telah raib. Katanya, setelah aktivitas belajar mengajar sekolah tersebut dipindahkan ke Desa Kota Lintang, aset yang ditinggalkan tidak dijaga bahkan terkesan dibiarkan telantar. Seharusnya, kata anggota DRPK itu, Pemkab mengajukan surat penghapusan aset ke DPRK Tamiang agar bangunan tersebut dapat dilelang dan uangnya masuk kas daerah.

“Walaupun nilai bangunan itu kecil, tapi kalau dibiarkan terus bangunan itu telantar, maka Pemkab juga akan rugi besar, karena satu persatu daun jendela dan pintu bangunan itu raib,” ujarnya.

Pantauan haba RAKYAT, Rabu (3/8), sebagian atap seng sekolah telah dibongkar. Sedangkan semua daun jendela ruang belajar, laboratorium tidak ada lagi. “Apa kerja dinas aset daerah, jika bangunan eks gedung SMP ini dibiarkan telantar begini,”ujar T Insyafuddin, yang didampingi anggota dewan lainnya Mustafa MY Tiba, Hamdani, Saipul Bahri, Marlina, H Saiful Sofian, Juanda, Hermanto, dan Tengku Amsyah.

Kadis DPKA, Sueb Arabi didampingi Kabid Aset Tamiang, Aditia mengatakan, pihaknya tidak mungkin menjaga aset itu siang malam. Sedangkan pada siang hari, diakui sering dipantau petugasnya. Lagi pula, kata Sueb Arabi aset yang dimiliki Aceh Tamiang cukup banyak sedangkan uang untuk menjaga aset tak ada. Bahkan, tambah Sueb, ketika diajukan ke DPRK justru tak disetujui. “Kalau kita minta bantuan Satpol PP, mereka kan juga butuh uang minum,”tambah Aditia.(hR.74)

Pemkab Atam diminta Segera Hentikan Proyek Ruang Terbuka Hijau

Pemkab Atam diminta Segera Hentikan Proyek Ruang Terbuka Hijau

Aceh Tamiang, haba RAKYAT
Pansus Komisi C dan D, DPRK Aceh Tamiang meminta eksekutif menghentikan sementara waktu pembangunan proyek Ruang Terbuka Hijau senilai Rp 366 juta lebih yang berlokasi di lapangan pemuda bekas gedung DPRK lama. Alasannya, karena proyek tersebut di luar perencanaan dan dewan tidak pernah membahasnya.

Anggota pansus yang meninjau langsung ke lapangan adalah Mustafa MY Tiba, T Insyafuddin, Hamdani, Saipul Bahri, Marlina, H Saiful Sofian, Juanda, Hermanto, Tengku Amsyah. Mustafa MY Tiba kepada haba RAKYAT, Rabu (3/8), mengatakan, proyek ruang terbuka hijau (RTH) bersumber dari dana Otsus Aceh Tamiang tahun 2011 itu dikerjakan CV Jasca asal Banda Aceh dengan nilai kontrak sebesar Rp 366.089.000.

Menurutnya, proyek tersebut tidak terencana dengan baik, bahan tidak pernah dibahas di DPRK Aceh Tamiang tahun 2011. Jika pun proyek tersebut bersumber dari Otsus, tetap harus dibahas dewan karena di DPRA tidak dilakukan pembahasan proyek otsus.

“Kita tanyakan langsung sama anggata DPRA di Banda Aceh, ternyata proyek Otsus tidak dibahas lagi oleh mereka karena saat diajukan ke dewan, dinas terkait mengatakan, proyek otsus tersebut telah dibahas oleh masing-masing daerah. DPRK Tamiang tidak bahas, DPRA juga tidak bahas akhirnya dua-dua tidak dibahas proyek tersebut,” ujarnya.

Jika dewan tidak melakukan pansus, mereka tidak mengetahui jika ada proyek RTH bersumber dana otsus. Pansus meminta proyek tersebut dihentikan dulu untuk sementara waktu dan pihaknya segera memanggil Sekda serta dinas terkait.

Kepala Dinas Kebersihan, Lingkungan Hidup dan Pemadam Kebakaran Aceh Tamiang, Drs.Amirudin.Y mengatakan, proyek tersebut merupakan program lama pemerintah untuk membangun ruang terbuka hijau dan sudah ada DED-nya. Amir mengaku tidak mengetahui apakah proyek tersebut dibahas atau tidak di dewan karena diusulkan sebelum ia jadi kadis.(hR.74)

Terkait Kasus Perambahan KEL Polisi Lakukan Pemeriksaan dirumah tersangka.

Aceh Tamiang, haba RAKYAT
Aparat Polres Aceh Tamiang memeriksa ulang tersangka Kecik, yang memiliki 67 hektar lahan di kawasan Ekositem Luser (KEL) di Desa Rongoh, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang. Pemeriksaan itu terpaksa dilakukan di rumah tersangka karena bersangkutan sakit.

Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Drs Armia Fahmi melalui Kasatreskrim AKP Imam Asfali SIK kepada haba RAKYAT, Rabu (3/8) mengatakan, pemeriksaan ulang untuk melengkapi berkas tersangka sesuai petunjuk kejaksaan. Sebelumnya, polisi juga melengkapi berkas pengusaha kebun tersebut karena hasil penelitian Kejaksaan Negeri Kuala Simpang masih ada bahan yang kurang, sehingga berkasnya dikembalikan.

Jaksa meminta berkas yang lengkap, di antaranya harus disertakan foto keberadaan kebun yang masuk dalam kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Desa Rongoh, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, penambahan keterangan saksi ahli. “Berkas tersebut P19 dan kekurangannya segera dilengkapi untuk dilimpahkan kembali ke kejaksaan,” ujar AKBP Drs Armia Fahmi.

Kebun ilegal milik pengusaha perkebunan yang masuk kawasan KEL telah disita Polres Aceh Tamiang berdasarkan surat penetapan penyitaan yang diterbitkan Pengadilan Negeri Kuala Simpang No. 303/Pen.Sit/2010/PN.Ksp, tanggal 19 Agustus 2010. Pemilik kebun yang menjadi tersangka bernama Kecik memiliki kebun seluas 67 hektare yang berada di hutan lindung Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Desa Rongoh, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang.

Staf Komunikasi Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) Aceh, Ilyas Isti ketika itu menyebutkan, kebun yang disita tersebut berada bersebelahan dengan HGU PT Rongoh Mas Lestari (PT RML) yang juga milik tersangka. “Modus yang digunakan dengan membuka atau membeli lahan di sekitar HGU miliknya,” tulis mereka.

Dikatakannya, penyitaan dilakukan dengan menghadirkan tenaga ahli dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah I Medan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan. Juga didampingi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang, LSM Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LSM-LPPNRI), BPKEL, dan perwakilan Kecik serta warga setempat.

Pengusaha Kecik ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 28 Juli 2010 karena melakukan penguasaan kawasan hutan lindung dalam KEL. Tersangka dijerat dengan UU 41/1999 tentang Kehutanan Pasal 78 Ayat 2 UU 41 serta pasal 80. Tersangka wajib ganti rugi karena pembukaan kebun di dalam hutan lindung ini telah menyebabkan rusaknya sistem perlindungan air, kerusakan ekologi, hilangnya sumber ekonomi baik berupa rotan, damar, ikan, dan hilangnya habitat satwa liar.

Ganti rugi akan digunakan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan fungsi hutan dan tindakan lain yang diperlukan. Diperkirakan ratusan milyar rupiah kerugian yang diderita oleh penduduk Aceh Tamiang akibat pembukaan kebun ini sejak tahun 1997 lalu. (hR.74)

Guru di Tamiang belum Terima Uang Sertifikasi

Aceh Tamiang, haba RAKYAT
Sebanyak 122 guru sertifikasi tahun 2010 di Aceh Tamiang sudah delapan bulan belum menerima uang tunjangan profesi sertifikasi. Sementara itu sebanyak 385 guru sertifikasi 2011, sudah lima bulan tak menerima dana sertifikasi. Mereka baru menerima tiga bulan (Januari-Maret).

Drs Razali dan Sarwan SPd, M.Si, guru SMAN Kejuruan Muda kepada haba RAKYAT, Selasa (2/8) mengatakan, uang sertifikasi guru tahu 2010 yang belum diberikan untuk bulan Desember untuk sebanyak 122 guru. Besar sertifikasi itu 2,5 juta/guru.

Menurut Razali, pihaknya sudah menanyakan permasalahan itu pada Yusriana, di Dinas Pendidikan Aceh. Menurut Yusriana, kata Razali, dana sertifikasi tahun 2010 tidak ada lagi di provinsi, dan semuanya sudah dikirim ke daerah masing-masing. Sedangkan untuk tahun 2011, sudah enam bulan uang tunjangan profesi guru juga belum dibayar untuk 385 guru. Informasi yng diperoleh pihaknya, pencairan uang sertifikasi tersebut dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Sedangkan alasan pihak Dinas Dikjar Aceh Tamiang ketika ditanyakan, bahwa uang sertifikasi guru belum dikirim dari Disdik Provinsi Aceh. Razali mengaku bingung dengan jawaban berbeda antara pejabat di Disdik Aceh dengan petugas di Dikjar Aceh Tamiang.(hR.74)